Minggu, 26 Juni 2011

Musim Tahun Ajaran Baru,Ada Pungli Gaya Baru ?

"Wani Piro ?"
Oleh Suparno Gus No
 
Musim tahun ajaran baru adalah masa yang sangat merepotkan semua pihak,tidak hanya kalangan ekonomi kelas atas saja,kaum ekonomi kelas bawah juga mengalami nasib yang sama.
 
Lihat saja dibeberap daerah,para orang tua walimurid sibuk mencarikan sekolah anaknya dengan cara yang beraneka ragam.Bagi kalangan yang berduit,sekolah favorit tempat tujuan pertama untuk menjaga gengsi dan martabat keluarga.Sebaliknya bagi warga miskin harus pasrah dengan sekolah yang sederhana dan sarananya tidak karu-karuan.

Belum lagi orang tua dibuat pusing dengan kebutuhan yang harus terpenuhi sebelum acara masuk sekolah digelar,beli tas,pakain lengkap,sepatu,buku dan aneka pernak-pernik yang lain.

Kalau pasa ada rejeki,semua bisa berjalan dengan mulus tanpa aral melintang,namun bila masyarakat yang kurang mampu untuk berbelanja semua itu,terus bagaimana?

Inilah satu tantangan yang harus segera dicari solusinya,pemerintah telah menganggarkan dana pendidikan 20 persen dari APBN,hal inilah yang harus segera terjawab,bagaimana caranya agar masyarakat bawah dapat menyekolahkan anaknya dengan biaya yang cukup murah dan terjangkau,bukan hanya gratis yang semuanya gombal.

Mencari sekolah ternama atau setidaknya sekolah negeri memang harus bersaing ketat dengan calon pesrta didik lain yang nilainya lebih baik.Namun apakah hal ini berlaku adil dan berlaku fair ?

Bukan menjadi rahasia umum,para oknum “berkantong tebal”,pejabat,konglomerat,tokoh menitipkan anaknya kepada panitia penerimaan siswa baru,walaupun angka dalam ijasah dan raport tidak memenuhi syarat.

Lalu,apakah mereka tetap melakukan “pelicin?agar anaknya bisa terpeleset masuk sekolah ternama dan terpandang ?

Jaman Orde Baru hingga sekarang era Reformasi,Pungutan Liar (pungli) bukan menjadi barang tabu,yang penting iklan tetap berjalan “Wani Piro ?”.

Kebutuhan yang saling membutuhkan antara orang tua walimurid dengan oknum sekolah inilah yang memberikan peluang adanya pungutan liar gaya baru.

Ada-ada saja alas an yang digunakan oleh mereka yang ingin “panen”tahun ajaran baru,contoh yang sering penulis jumpai adalah titipan uang pengembangan sekolah yang jumlahnya hingga jutaan,titip uang seragam,titip uang Sumbangan Operasionbal Sekolah (SOP),uang infag dan pungutan-pungutan lain yang tidak ada dasar hukumnya.

Pihak sekolah biasanya melemparkan hal ini sebagai bentuk “cuci tangan” kepada Komite Sekolah.

Dengan berbagai pengalaman yang ada inilah sebaiknya Menteri Pendidikan Nasional membuat aturan yang jelas dan disosialisasikan kebawah.

Rakyat jangan sampai dijadikan kambing congek dalam kegiatan pendidikan bangsa ini,yang miskin biarlah bisa menikmati pendidikan murah,sedang yang kaya juga bisa berjuang.

Aparat perangkat hukum jangan sampai duduk manis menanti aduan dari masyarakat adanya dugaan pungutan liar yang terjadi dimasyarakat terutama sector pendidikan.

Guru dalah pendidik yang sudah banyak menikmati uang Negara diantaranya gaji,insentif dan sertifikasi,maka sebaiknya guru tidak menjadi panitia penerimaan murid baru.

Semoga Indonesia menjadi Negara yang cerdas dan bisa membawa manfaat bagi umat.salam.
*PENULIS ADALAH : Ketua LSM Serikat Masyarakat Cinta Damai (SEMAR CINDAI)